Minggu, 26 Oktober 2014

Tugas Bahasa Indonesia


BAB IV
PEMBENTUKAN KATA


D.      Pembentukan Lebuh Lanjut

Pembentukan lebih lanjut ialah pembentukan kata turunan melalui proses morfologi bahasa Indonesia dengan kata-kata serapan sebagia bentuk dasarnya. Proses pembentukannya ada 3 macam, yaitu: pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan.

Kata-kata yang di awali oleh konsonan hambatan tak bersuara /p/, /t/, /k/ dan geseran apiko-alveolar /s/ jika mendapat awalan meng- atau peng- fenom tersebut hilang atau luluh, contohnya: pukul menjadi memukul atau pemukul; susun menjadi menyusun atau penyusun.

Kata-kata yang diawali oleh konsonan hambatan bilabial tak bersuara /p/ contohnya: paket, parker, potret, piket. Jika mendapat awalan meng- dan peng- atau peng-am, kata-kata tersebut menjadi: pemaketan : memaketkan, dan pemaketan; parkir : memarkir dan pemarkiran; dll.

Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan apiko dental tak bersuara /t/ contohnya: target, teror, terjemah, telpon. Apabila dibentuk dengan awalan meng- dan peng-an menjadi: target : menargetkan atau  mentargetkan atau pentargetan;  teror : meneror atau menteror dan peneroran atau penteroran; dll. Bentukan menargetkan dan penargetan, meneror dan peneroran agaknya masih belom bisa diterima. Karena, keberterimaan itu rupanya ditentukan oleh tingkat keasingan (atau keindonesiaan) kata serapan tersebut.

Agar dapat dibentuk sesuai dengan kaidah morfofonemik yang berlaku, kata asing yang kemudian menjadi kata dasar itu harus sudah dikenal dengan baik. Oleh karena itu, untuk kata-kata yang belum dikenal, bukan saja konsonan awalnya tidak mengalami peluluhan, melainkan juga diberi tanda hubung untuk mempertegas batas antara kata dasar dengan unsur-unsur pembentuknya, contoh: tekel yaitu menjadi men-tekel dan pen-tekel-an.

Konsonan geseran labio-dental tak bersuara /f/ dulu disesuaikan dengan sistem fonologi bahasa Indonesia menjadi /p/. Yang sudah disesuaikan menjadi /p/ mengalami penghilangan atau luluh, sedang apabila tetap /f/ mendapat sangauan yang homorgan, yaitu /m/. Contoh: pikir menjadi memikirkan dan pemikiran; fitnah menjadi memfitnah dan pemfitnahan.

 Konsonan hambatan dorso-velar tak bersuara /k/ yang mengalami kata-kata katrol, kontak, konsep, dan keker luluh apabila mendapat awalan meng- atau konfiks peng-an seperti terlihat pada: mengatrol dan pengatrolan, dll.

Kata-kata serapan yang diawali dengan fenom geseran apiko-dental tak bersuara /s/ ada yang mengalami peluluhan dan ada yang tidak.  Contoh sample, setor, sekrup, setop. Jika mendapat awalan meng- dan peng-an kata-kata tersebut menjadi menyampel dan penyampelan, dll. Tapi, kata yang-kata yang masih terasa asing mendapat perlakuan yang berbeda, contohnya pada sinkrun dan sistematis, jika mendapat awalan meng- dan peng-an akan menjadi mensinkrunkan dan pensinkrunan.

Kata dasar serapan yang diawali oleh gugus konsonan /pr/ seperti pada protes, program, produksi, dan praktik, jika mendapat awalan meng- /p/ tidak luluh menjadi: memprogram, dll. Tetapi, apabila mendapat konfiks peng- /p/-nya luluh menjadi: pemrograman, dll.

Bagaiman denagan kata serapan yang diawali gugus konsonan /tr/, /kr/, dan /st/? Kata-kata serapan yang diawali dengan gugus /kr/ contohnya: kritik, kristal, kredit, kreatif. Konsonan /k/-nya tidak hilang bila mendapat awalan meng- menjadi: mengkritik, dll. Tetapi /kl/ itu lebur apabila mendapat awalan peng- atau peng-an menjadi: pengritikan dan pengritik, dll.

Kata-kata serapan yang diawali dengan gugus konsonan /tr/, /st/, /sk/, /sp/, /pl/, /kl/, konsonan yang awalnya tidak pemah mengalami peleburan, baik dalam pembentukan dengan awalan meng-, peng-, maupun konfiks peng-an, contohnya: mentraktir, pentraktir, menstabilkan, penstabil, penstabilan; menskalakan, penskala, penskalaan; mensponsori, pensponsor, pensponsoran; memplester, pemplester, pemplesteran; mengkliping, pengkliping, pengklipingan.

Kata-kata serapan yang diawali oleh gugus konsonan yang terjadi atas tiga fonem dan fonem yang pertama berupa hambatan atau geseran tak bersuara, kalau ada, sudah tentu konsonan pertamanya tidak pernah lebur apabila mendapat awalan meng- atau peng-.

Kata-kata serapan itu tentu saja juga dapat mengalami proses pengulangan seperti pada: traktor-traktor, komputer-komputer.

Kamis, 16 Oktober 2014

Tugas Bahasa Indonesia

 
Dosen: Sendy Eka Nanda

Nama: Sondang S. Sianipar
NPM : 58413602
Kelas : 2IA14

BAB III
UCAPAN DAN EJAAN


A.           Ucapan
Bahasa Indonesia bagi sebagian besar penuturnya adalah bahasa kedua. Para penutur yang berbahasa Indonesia, bahasa Indonesia mereka terpengaruh oleh bahasa daerah yang telah mereka kuasai sebelumnya. Pengaruh yang sangat jelas ialah dalam bidang ucapan. Dan itulah yang membedakan ucapan penutur bahasa Indonesia dari daerah yang satu denga yang lain.

B.            Ejaan
1.             Pengantar
Ejaan penting sekali artinya dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa Indonesia produktif tulis. Seperti dalam karanga ilmiah, dalam makalah, dan dalam surat-surat perjanjian, kaidah ejaan harus betul-betul ditaati.

Ejaan yang dipergunakan sebelum EYD diumumkan:
·                Dalam tulis menulis dalam bahasa Melayu, yang digunakan adalah huruf Jawi atau Ara melayu dan juga huruf Latin dengan ejaan yang tidak teratur.
·                Ejaan Van Ophuysen (sejak 1901), ketentuannya dimuat dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun dengan bantuan Engku Nawawawi Gelat Soetan MA’Mur dan Muhammad Taib Soetan Ibrahim.
·                Ejaan Soewandi atau ejaan Republika (sejak 19 Maret 1947).

2.             Penulisan Huruf
a.             Penulisan Huruf Kapital
1.             Huruf kapital biasanya digunakan untuk mengawali kalimat yang baru. Di samping itu huruf kapital juga digunakan sebagai huruf awal pada nama diri. Ucapan langsung juga diawali dengan huruf kapital.
2.           Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab suci. Untuk Tuhan kata gantinya pun ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:      Kehendak-Nya lah yang jadi.
                  Hanya Engkaulah tuhan dalam hidupku.
Dalam   kaitanya   dengan  nama   diri,  gelar  kehormatan,   keturunan,   atau kagamaan,juga ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:     Nabi Sulaiman.
                 Sultan Hawengkubowono ke XII.

Tentu saja terpisah dari nama diri, dalam pengertian umum, huruf-huruf tersebut ditulis dengan huruf kecil.
Contoh:     Tahun ini Putri akan pergi naik haji.
                 Dia baru saja dinobatkan  menjadi raja.

Nama jabatan juga ditulis diawal dengan huruf kapital apabila dikaitkan dengan nama instansi atau nama daerah sebagai pengganti nama diri.
Contoh: Wakil  Presiden Boediono.
             Direktur Utama PT. HM SAMPOERNA Tbk.

Nama diri atau nama lembaga yang terdiri atas beberapa kata, kata-kata tersebut diawali dengan huruf kapital kecuali apabila kata tersebut berupa kata tegas.
Contoh : Soekarno Hatta, Mohammad Yamin.
Nama lembaga : Kementrian Informasi dan Komunikasi


b.             Penulisan Huruf Kapital

1.         Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contoh: Buku yang berjudul The Geography Of Bliss ini ialah  karangan Eric Weiner.
Majalah Tempo.
2.         Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh : Buku ini merupakan karang pertama yang dibuat olehnya.

3.             a.    Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang   bukan bahasa Indonesia.
Contoh : Nama ilmiah rumput kume adalah Sorghum plumosum.

b.         Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia.
Contoh : Sebuah team work sangat diperlukan dalam kegiatan itu.


c.              Penulisan Huruf Tebal

1.         Huruf  tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Contoh : Judul buku : THE GEOGRAPHY OF BLISS.

2.         Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
Contoh : Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
 Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
 Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.


d.             Penulisan Partikel dan Awalan

Ada kata atau awalan yang harus ditulis serangkai, yaitu “adi-“ misalnya pada adidaya, adikuasa, adimarga, adibusana.
Juga awalan “awa-“ pada awabau, awaair, awawarna, awasuara.
Kata “antara” ditulis terpisah, tetapi “antar-“ ditulis serangkai. Contoh: antarkota, antarpulau, antarnegara, antarbangsa.
Kata “maha” apabila dirangkai dengan kata dasar ditulis serangkai. Contoh: mahasiswa, mahaguru, Mahakuasa, Mahaadil.
Tetapi apabila dirangkai dengan kata bentukan tidak dirangkaikan. Contoh: Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Pengampun.
Yang dikecualikan dari ketentuan di atas ialah kata Maha Esa yang meskipun kata maha itu dirangkai dengan kata dasar, tetapi harus dipisah.
Ejaan yang betul menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ialah Tuhan Yang Maha Esa.


e.              Penulisan Bilangan

Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka:
§    Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

§    Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
a.             ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
b.             satuan waktu,
c.              nilai uang, dan
d.             kuanitas.

§    Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.

§    Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahasa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata.
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh.
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf.
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com


Tanda Baca

Tanda Titik ( . )
a.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Dia akan membuat sebuah makalah.
b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:  Sondang S. Sianipar
c.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya:   Prof. (Profesor)

Tanda Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Contoh :Saya harus membawa beberapa peralatan seperti, lampu senter, tali, dll.

Tanda Titik Koma ( ; )
a.              Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh : Rasa kantuk semakin berat; pekerjaan pun belum selesai.
b.             Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Marsela belajar di kamar; Prima asyik bermain game; Rachel sibuk membuat karyanya.

Tanda Titik Dua ( : )
a.                   Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh :  Sebuah pidato harus terdiri dari: kalimat pembuka, isi, dan kalimat penutup.
Fakultas Teknologi Industri di Univeritas Gunadarma terdiri dari: Teknik Informatika, Teknik Industri, teknik Mesin, dan Teknik Elektro.
b.             Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perintah.
Contoh :  Ketua : Ari Wicaksono.

Tanda Hubung ( – )
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Contoh : Selain mengajar, Benjamin juga melakukan kegiatan peneliti-
an yang berkaitan dengan maslah peternakan di Wonogiri.

Tanda Pisah ( – )
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Contoh : Dengan bekerja bersama –berdasarkan pengalaman saya selama bertahun-tahun- semua target organisasi dapat dicapai.

Tanda Elipsis ( … )
Tanda elipsis dipakai untuk kalimat yang terputus-putus.
Contoh : Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.

Tanda Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Contoh : Kapan dia akan bekerja lagi?

Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Contoh : Lakukan apa yang harus kamu lakukan!

Tanda Kurung (   )
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh : Johnson Yaptonaga adalah CEO (Chief Executive Officer) salah satu perusahaan    mobil mewah Lamborghini Indonesia.




Tanda Kurung Siku ( [ ... ] )
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Contoh : Melindungi satwa li[a]r tidaklah mudah.

Tanda Petik ( “…“ )
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Contoh :  Ada pepatah yang berbunyi “bersih pangkal sehat”.

Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh :  Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomor alamat pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun tawim, sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Contoh: PTA ajaran 2014/2015
Bapak/Ibu/Saudara.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
Tanda Penyingkat atau Apostrof menunjuk penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Contoh : Engkau ‘kan berhasil asalkan tidak menyerah (‘kan = akan).